Muhammad, mungkin aku bukan termasuk orang – orang yang
memujamu, entah dengan ritual mendedahkan bait – bait puisi, melantunkan lagu
atau apapun. Aku cuma seorang pencari yang terkagum oleh setiap katamu. Seumpama
Tuhanmu mengizinkanku aku ingin mencari setiap kebijaksanaanmu.
Muhammad, ku ingin memanggul cintamu berkeliling
semesta, ku taburkan di hutan, di sungai dan kota – kota, ku ingin mendendangkan
amanatmu di segala penjuru. Mengendarai angin, bergerak melintasi cahaya dan mengalir
bersama gelombang. Tapi aku tak mampu, seolah aku berdiri di hadapan laut yang
tak bertepi tak berpantai.
Muhammad, aku tidak berdoa, aku ingin berdoa, tapi
Tuhan mungkin tidak menghendaki aku berdoa. Mungkin aku bukan orang yang
memujamu setiap waktu, tapi aku selalu bertemu dengan kebijaksanaanmu setiap
waktu, seolah engkau melambai dan berkata "kemarilah". Aku selalu
membaca wasiatmu yang kau amanatkan pada menantumu, meski aku tidak bisa
melaksanakan.
Muhammad, ketika aku mengeja detik – detik saat
engkau wafat, dipangkuan menantumu dan dihadapan anakmu, adalah hal yang paling
mencekam buatku, juga hal yang paling mengharukan. Engkau tidak menangis, tapi
menangisi yang kau tinggal, menangisi apa yang akan mereka perbuat.
Muhammad, yang kau tangisi sekarang menjadi begitu
kacau balau, panik, saling terkam dan terombang ambing seperti buih dilautan,
pontang panting rebutan hidup. Yang kau tangisi muhammad, hanya menangis untuk
dirinya sendiri.
Muhammad, aku tidak bernafsu masuk surga, bahkan
terlintaspun tidak, aku cuma bersedih kenapa yang kau tinggal, yang kau tangisi
keadaannya begitu memilukan dan banyak yang lupa daratan, kenapa? ada apa?
Inilah surat untukmu, yang selalu aku kagumi. Meski dengan cara yang tidak seperti orang banyak.
Bung HAM
Yang mau update Artikel ilmiah, Cerpen, Sajak, Puisi, Opini, Berita, Video dan Foto Follow twitter Nacha sujono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar