السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Kita tak bisa memastikan kapan akan Mati - Yang pasti bahwa semua akan Mati "Orang paling pandai orang yang paling ingat akan masalah kematian (Sabda Rasulullah saw.)"

Teruntukmu, Ayah.

Ketika aku menulis kata Ayah di makroblog ini, bukan berarti aku mengabaikan ibuku.

 

Ketika aku membahas ayahku, ibuku tahu bahwa aku sedang membicarakan pria yang

mencintainya. Ibuku juga tahu, bahwa aku sedang membicarakan pria yang ia sayangi.

Ketika aku membahas ayah, ibuku tahu..

Bahwa ini menunjukan ungkapan cinta dari 

putrinya untuk pria yang ia cintai.

Ayah, entahlah bagaimana memulainya.

Air mata rasa bangga memilikimu selalu 

menetes ketika aku tahu kau selalu berusaha 

memenuhi

apa yang kami butuhkan. Dengan jelas, aku mampu melihat punggungmu terbungkuk kelelahan.

Air mata ibaku bergulir ketika melihat ini.


Ayah, Bagaimana caranya untuk seperti kau?

Selesai mencari nafkah dengan sembrawutnya dunia tanpa pernah mengeluh sedikitpun.

Ayah yang selalu berada di depan kami ketika kau memimpin keluarga. Ayah yang selalu di

belakangku ketika semua orang menertawai ambisiku.

Kau tidak pernah memberhentikan idealisku. Tapi, kau selalu membuat aku mampu memporsir

idealisku dengan realitas dan wawasan yang kau tahu.

Walau aku sangat mampu melihat raut wajahmu yang amat bangga melihat gadis kecilmu yang

sedikit ambisius.


Entahlah.. bagaimana mengatakannya ini ayah..

Sedih rasanya ketika semua orang memintaku menghentikan idealisku dengan mereka

menunjukan tawanya.

Mereka tertawa ketika mendengar serentetan idealisku. Tawa yang semata hanya untuk

membuatku berhenti tanpa pernah mencoba.



Kau membelaku di hadapan mereka. Walau mereka termasuk ibuku, kakakku dan adikku. Kau

mampu mengimbangi kami. Kau menunjukan bahwa mereka sebenarnya merasa khawatir jika

aku jatuh. Karena jatuhku, jatuhnya mereka. Dan sakitku, sakitnya mereka.



Salah satu penghormatanku padamu adalah dengan seberusaha mungkin menyertakan putramu

untuk menemaniku keluar rumah. Menemaniku ke tempat yang berpotensi bertemu dengan pria

yang mungkin buatku tidak nyaman. Putramu itu adalah salah satu pria yang kau percaya mampu

menjagaku selain kau. Aku selalu berusaha membuatmu tidak cemas dengan menyertakan

putramu dihari-hariku. Kehadiran putramu disampingku membuat pria pria lain tidak

menggangguku.

Ya, dia adikku. Aku cukup bergantung kepadanya. Walau ia belum tentu merasa bahwa aku cukup

bergantung padanya.



Dan, aneh rasanya ketika aku bersanding dengan pria yang tidak kau kenal. Aku merasa aku

melukaimu. Mempercayai pria lain yang kau tak kenal. Yang mau tidak mau ketika pria mulai

menyentuh tangan mungilku dan memelukku erat seraya melindungiku. Aneh rasanya ketika

permatamu tersentuh pria diluar sana tanpa izinmu dan aku mengunci mulutku.


Mungkin semacam putri yang tidak pernah kenal dengan ayahnya. Semacam putri yang tidak

peka dengan rasa memiliki seorang ayah terhadapnya.



Maafkan aku ayah. Entah lah, bagaimana mungkin kau mengatakan sudi jika kulit lembut putrimu

tersentuh pria, tawa riang penuh hasrat menggoda terdengar liar di telinga pria, wajah cantik

putrimu terlezat-lezati banyak pria.

Sedangkan.. kau berharap tentang pria yang tau "hak" atas diriku.


Ayah, kau sama dengan pria tua lainnya. Yang sangat melindungi anak perempuannya. Ayah

\yang terampil membaca kondisi putrinya. Termasuk ketika aku menyembunyikan sesuatu.




Berbicara pakaianku. Jilbabku, ya! Itu salah satu bentuk aku menyayangimu, Ayah! Bagaimana

mungkin aku dengan sadar menyeretmu ke neraka karena nafsu dunia. Tidak.

Aku rela ayah..

Ketika pria hanya menilaiku dari wajah dan telapak tanganku saja.

Aku rela ayah..

Ketika pria lebih memuja wanita berbusana minim dari pada aku.

Aku tidak peduli itu. Aku lebih peduli dengan masa depan kau dan aku di akhirat.

Dan aku memastikan bahwa pria baik-baiklah yang akan melirikku.




Ayah, kau tentu masuk daftar hal mewah di dunia ini. Kedua setelah ibuku, ya Istrimu.

Ayah, hanya satu doa aku yang teratas untukmu. Doa ini di atas segalanya. Doa ini teratas

setelah kesehatanmu, kebahagiaanmu, karirmu dsb.



Ayah, aku berdoa. Jika saat semua manusia berkumpul di padang mahsyar nanti dan saat itu pun

kami sekeluarga bertemu kembali di dahsyatnya alam akhirat. Do'aku adalah aku ingin kami

bersama selalu, berpelukan di tengah milyaran manusia nanti. Berjabat tangan tidak terlepaskan.

Itu doaku teratas, Ayah! ini sungguh harapan agung tentang keluarga.



Ayah, ku mohon.. berdoalah agar kami terhindar dari nafsu dunia yang berusaha memisahkan

kami nanti.

Yang membuat masing-masing dari kami kesulitan mencari satu sama lain.

Dimana mungkin aku butuh jutaan tahun menemukanmu diatas tanah yang gersang dan panas.



Ayah, entah bagaimana rasanya mencarimu ditengah triliunan manusia yang sibuk nanti. Atau

mungkin kesalahanku pada Allah yang akan menghambat pencarianmu nanti, atau mungkin

karena ada kesalahanku padamu. Mohon maafkan aku, ayah.

Sulit bagiku membayangkan jika kita tidak akan bertemu selamanya. Tidak ayah! Itu tidak akan

terjadi


Rasanya aku akan gila membayangkan kami tidak akan bertemu lagi di akhirat nanti. Tidak ayah!

Tidak. Aku mencintaimu. Memelukmu erat di tengah hiruk pikuknya alam akhirat nanti. Sebagai

seseorang yang memeliharaku di dunia. Yang mencintai, melindungiku selama hayat hidupmu.

Allah memberkahimu ayah. Allah tahu, bagaimana kau mati-matian melindungiku putrimu, dan

keluarga. Kau sosok yang menemaniku dalam pencapaian ambisi besar tentang dunia.



Deras jatuh air mataku menulis ini. Mengingat semua bimbinganmu waktu ku kecil. Menjemputku,

menggendongku, canda tawa bersama. Ah ayah! Entah lah bagaimana menghentikan air mata ini.

Seorang pria yang menggiringku ke tempat yang aku mau. Seorang pria yang menghalangi

bahaya bahaya yang siap menerkamku. Uang pendidikan yang kau siapkan untukku.


Entahlah bagaimana cara membalasmu. Aku mencintaimu ayah. Dan, terbesit harapan. Putriku

kelak, akan terlindungi baik oleh suamiku nanti. Hingga, putriku nanti mencintai suamiku.

Sebagaimana aku putrimu mencintai kau. Ayah, Aku amat mencintaimu.



         Ungkapan Hati | Idealista

Tidak ada komentar:

Baca juga topik dibawah ini:
Lihat kamus di Beranda!
DAFTAR EMAIL KAMU UNTUK BERLANGGANAN UPDATE Ujung Pena NS