Ngibulli kenyamanan tuang itu sangat menggelikan" |
Saya selalu mempraksiskan pengaruh fikiran yang tidak original
kedalam pribadi saya yang lama membungkam keoriginalan, kesadaran
asimilasi nuchalale, menyindir, mengusik kemewahan, meninggalkan kesan
sederhana, berpenampilan klasik, manampakan pribadi kontras antara sisi
lain yang melekat pada diri pribadi. dalam kehidupan keluarga rumah kami
di lendo, biasa orang rumah pada umumnya kalo merokok suriya, sempoerna
mild atau sekelasnya yang harganya lumayan memancing keluarga lengge
sambil menyengritkan dahi selalu berucap "de ... de... darat
na,,, co borok na. ooo.....rongko data bora nana neka dai - daut iyo"
dimasukan kedalam kelas "Manga ici - aca sebutan lainnya
ata bora' atau dalam bahasa ilmu sosialnya Kaum menengah - keatas,
padahal ini ciri - ciri orang kaya gaya baru atau OKAGABA komunal
primitif hidup pada era modern abad ke 22'", tapi saya belum brani
mengutarakan mereka menengah keatas karena selalu saja saya dapatkan
fikiran lain untuk mengkategorikan masyarakat komunal beslaweran dengan
interaksi manusia dari kota ke desa yang membawa pengaruh kota atau
sebaliknya.
Beda lagi dengan "ata toe ma ici - aca atau ata
lengge" biasanya yang terlihat dari keluar sakunya atau ditangannya
rongko samudera, djitoe seolah kalau yang merokok samudera, djitoe atau
sekelasnya mewakili kepapahan, lengge dedut, toe ma ici - aca, tapi
sekilas pertanyaan mengusik tangan saya untuk mencatat: apabila ada
orang memang asli mapan dan membiasakan diri untuk mengisap rokok yang
di isap oleh orang kelas ke - 2, tapi memang di dalam pergaulan pengaruh
Gaya yang tidak original ini menjadi semesta dalam kehidupan ro'eng
modern karbitan, misalkan saja yang terlihat pada pertemuan ro'eng koe
agu kraeng tuang selalu saja sorotan saya mengenai sikap status sosial
ini nampak jelas dalam pemberian rongko oleh tuan rumah, ataupun yang
dibawa oleh kraeng tuang yang memang terbagi dalam perbedaan yang
sengaja untuk menyekat status sosial antara si "ata lengge" dengan si
"ata bora" tapi saya tidak suka menyebutnya "ata bora" saya lebih suka
menyebutnya "bora modern karbitan".
Yang saya faham bukan
persoalan "ata bora" memang hebat, terus "ata lengge" memang ngonde,
model corak kerja sama, pengaruh transaksi ekonomi yang tidak berpihak
terhadap ata lengge toe ngance hole - hales, terus ata bora dengan
segala kemudahan, "emong taung" urusan dalam memproduksi usaha mulai
dari awal hingga sampai pada hasil yang di dapatkan seolah lebih mudah,
kraeng tuang tidak pernah menyadari secara kemanusian untuk mengangkat
kaum "lengge atau toe ma ici - aca" secara merata one ro'eng dari
jeratan kebuntuan kebutuhan usaha dan kerja mereka dalam corak garapan
pertanian, perkebuanan, dan pengelolahan pangsa yang memang basis
dimasyarakat tidak serius diperhatikan, lepas tanggung jawab dari
kewajiban untuk mengkawal dan membantu ro'eng.
Kraeng tuang
manggarai juga sebenarnya, saya kenal sebagai "kraeng tuang ata koe,
belum matang atau bahasa lain saya belum dewasa" ini persoalan
keseriusan dalam menyikapi gejala - gejala sosial ro'eng manggarai, toe
mapan dalam kerangka pemikiran tentang hak - hak de ro'eng lengge, toe
manga moral sebagai kraeng tuang ca pede dise empo agu ise tae, kraeng
tuang manggarai tidak sedewasa kraeng tuang yang bermain di level
nasional yang sudah mapan karena neteng leso na'ang le gejala gejolak
sosial tentang pemerataan dan keadilan status sosial di dalam hidup
"d'ro'eng" tidak hanya sekadar demokrasi, tetapi memang sustansi dari
demokrasi itu adalah pemerataan dan keadilan dan real dirasakan oleh
ro'eng.
Yang mau update Artikel ilmiah, Cerpen, Sajak, Puisi, Opini, Berita, Video dan Foto Follow twitter Nacha sujono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar