Lirih
NS Tak ingin Dilahirkan, Jika seperti tak pernah ingin terlahirkan
Setelah
Pengunjung Melewatkan Membaca bagian kata ke kata, kalimat ke kalimat
berikutnya, dari awal hingga akhir CERPEN Dibawah Ini Perlu Ketahui
Saat Saya Menulis Menggunakan Laptop Yang Tombol Keyboard Huruf
(FE)nya
Tidak Berfungsi
Kamar
Andry Dini Hari 02:27. Kenyataan Mencatat Kisahnya
Pertama gagal kedua akankah jadi
bunuh diri, begitulah pertanyaan kuajukan pada diri sendiri pagi ini
at.02:27.15/01/16, belum ada jawab jika telah mati artinya jawaban
sudah tau ketika membaca cerita pendek ini kutulis disaksikan
lantunan syair manggarai terurai derita ditelinga bersama kenyataan,
10 jari yang turut bekerja menyelesaikan catatan hati dari kenyataan
yang tak banyak diketahui orang kecuali saudara Lamuis
dengan panggilan kesayangan untuknya Is bukan lahir
dari satu rahim denganku yang telah kuanggap bagian dari keluarga
sebagai kakak juga kadang adik tatkala dia keliru sepertiku dan harus
kunasihati, mata bengkak dipelipis bawa saksi bisu melekat jika ada
yang memahami akhir – akhir ini hampir seharian penuh melewati hari
– hari dengan tatapan tertuju pada halaman buku – buku karena
dapat menghibur diri sejenak menatap kosong melupakan kepahitan dan
pesakitan sangat perih kemudian sebentar setelah kututup halaman
segalanya datang menimpa lagi tanpa bisa menghindar, larut malam ini
dimana keaadaan peluh tertatih saat jari – jemari kaku menekan
tombol demi tombol merangkai kenyataan pahit yang kututurkan dari
hati bukan naskah akting bukan catatan biasa sekedar hanya melewatkan
malam – hingga pagi, bukan juga tak berasa ataupun tak nyata
kupekerjakan paksa kedua tangan, dalam isak tangis tak bersuara
disetiap nafas kesengsaraan yang menghembus lorong – lorong kecil,
sedih yang tak pernah tuturkan melalui kata – kata lisan ataupun
melalui bahasa tubuh tak ada yang mendengar karena percuma mereka
mendengar tak dapat memberi solusi aku tidak pantas didengarkan oleh
mereka ini hanya derita anak seorang bapak yang telah dibunuh dimasa
kejayaan ekonomi keluarga dan ibu yang tak pernah menghiraukan anak –
anaknya selalu saja sibuk mencari kesenangan seperti tak pernah
melahirkan anak – anak sehingga tak dirasakan kesakitan membuatnya
tidak peduli dengan adik laki juga perempuan kecuali yang tidak
diketahui orang – orang sebuah sikap dalam kemunafikan yang
dipertontonkannya pada keluarga dan pada siapa saja yang
memperdulikan keluarga rumah selalu saja dirumah anak – anak
menjadi kambing hitam atas lenyapnya harta benda yang diwarisi
mendiang ayahanda untuk kepuasan nafsu sesaatnya bersama laki yang
tak pernah sedikitpun memikirkan dirinya dimasa depan kecuali
memanfaatkannya hingga warisan mendiang ayah lenyap dan nyaris tak
terhormat ketika pulang rumah melihat mata yang tertuju dengan segala
tuduhan sirna bersama kepahitan menyelinap teramat memedihkan,
kelaparan sering dialami berhari – hari dari kota – kekota
setelah uang – uang habis membeli makanan sebulan hingga dua bulan
setelah dilepas dari pekerjaan dan tidak punya pekerjaan lagi telah
sadar sejak awal akan dibohongi dan dimanfaatkan namun enggan
berontak karena kesadaran bagaimana harus memberontak pada jiwa –
jiwa kerdil yang bergantung pada yang bergantung, permintaan yang
ditolak dimana – mana setelah memberi mereka dengan segala
keterbatasan dan kelebihan yang melekat akhirnya kulepaskan begitu
saja tanpa paksa dari diri untuk menahan atau mendapatkan balasan
melainkan karena merasakan dorongan natural dari dalam itu bentuk
kekuatan suruhan moral ruh pengetahuan juga pesan kesan yang kuterima
setelah mencari juga diberi Cuma – Cuma tanpa harus lelah belajar
kalau mungkin dibilang ilham datang melalui perenungan sebagai
anugerah besar sank illahi alam kemanusaian yang pantas memanusiakan
yang lain saat manusia seperti tak punya harapan dari manusia
disekitarnya tak peka melihat pinta yang terpampang tanpa bersuara
juga tak berdengus, saat meraih telepon genggam satu persatu mencari
nomor yang kutuju disana mungkin dapat mendengar suara lirih
permohonan padanya mungkin bisa memberi solusi keluar dari kesulitan
yang sejak lama tak kuceritakan padanya namun tengah perbincangan
cerita keadaan tentang tujuan menghubunginya rupanya dia tidak mau
mendengarkan lama – lama menolak memahami kesulitan – kesulitan
yang mendera disini akhirnya pupus harapan malam itu belum sempat
membicarakan apa yang harus dia bisa bantu sebagai orang yang
kuanggap keluarga untuk membantu keaadaan yang terhimpit, rasa sakit
sekali yang kurasakan ditulang – tulang membuyarkan kenikmatan yang
harusnya dicicipi malam ini karena hening dalam kegelisahan yang
tiada tara, kopi yang selalu tidak lancar terasa tidak nikmat saat
harus menegukkan keadaan perut kami kosong tanpa makanan tetapi
bagaimana disini hanya punya segelas kopi yang bisa menghilangkan
kelaparan sebentar kembali lapar lagi perut berbunyi seolah bekerja
berontak untuk keseimbangan pembakaran dalam tubuh krisis pilihan
bersama keadaan terbatas semua manuisa disini tanpa sadar bahwa
sedang dalam kegaduhan beradu dalam perasaan tak menentu, kenikmatan
yang pantas untuk saat masa – masa genting dan tak ada lagi pilihan
sebab dimana tempat berada sekarang krisis pilihan tak ada kesempatan
mengakses segala bentuk pilihan yang bisa membuat nyaman diri sendiri
ataupun mereka yang punya tempat tidak memiliki pilihan, sedikit
kebahagian yang bisa mereka raih untuk sesaat membuatku menatap
dengan tatapan kosong penuh tanda tanya tak berujung sebab jawaban
selalu tidak ada kejelasan dikemudian hari, seperti saat kutanya hal
keuangan pada ibu yang harus memberikan kiriman kepada adik perempuan
yang sedang kuliah dirantauan selalu saja tidak jelas membuat sekolah
mereka selalu dengan perasaan tak karuan bersama pupus mencoba
bergerak semampu yang tersisa darinya kekampus, keperpustakaan,
ketaman baca dalam ayunan langkah terluntang – luntang disamping
kanan kain panjang menutupi kepala hingga kaki menghembus sekujur
tubuhnya tak tertahan asap kendaraan kota kecil yang ramah bersahaja
namun iklim perasaan tak seramah dulu lagi semuanya telah cerdas
dengan segala macam kecanggihan berfikir dan teknologi membuat
manusia tidak lagi merasa perlu akrab dengan manusia segala bahasa
lisan dan ferbal dapat diterjemahkan melalui kecanggihan teknologi
tak jauh sejengkalpun dari indifidu manusia kota, sekarang penyakit
manusia kota sedang menjalar wabahnya ke desa menjauhkan kedekatan
silaturahmi kerabat juga adik kakak satu ayah ibu, keterasingan itu
telah menjadi sangat jelas wajar kehidupan disini, cita – cita
mendidik diri untuk menjadi baik berubah menjadi alibi untuk kekuatan
menyangkal segala nasihat leluhur juga orang tua yang baik ketika
mendengarkan searah serempak mengiyakan juga mengangguk – angguk
dibalik kecongkakan pribadi yang telah menjadi kuasa pengetahuan
tidak serta merta dalam sebuah tindakan searah dengan nasihat yang
telah di dengar dengan segala kecanggihan berfikir dalam pertimbangan
yang telah dionakkan dunia kemajuan pengetahuan dalam pertimbangan
kompleks segalanya sah bisa tidak dituruti walau itu nasihat agama
semua kontras dalam pandangan manusia ilmu pengetahuan dan teknologi,
pagi tadi berusaha menuruti ajakan adik berperawakan besar Andry
namanya sedang belajar bersahaja agar tidak dikira sok
penting juga kadang sedang ingin mendapatkan pengakuan dari orang
yang dianggapnya pantas untuk mengakuinya walau tidak dengan blak –
blakan tapi cukup saya mengerti dengan bahasa tubuhnya yang tersirat
diwajah, sebuah kesadaran yang refleks dari dalam naluriku untuk
mengakui kecakapannya memimpin sebuah organisasi etinis, andry dengan
nada tawaran ikut pergi atau tidak dirumah bantaran ikatan keluarga
mahasiswa lelak malang IKALMA yang menampung kehadiran saya dengan
keterbukaan hati penuh ikhlas, kesebuah rapat perencanaan perjalanan
silaturahmi keluarga disurabaya, sesampainya dirumah itu setelah
salam masuk dan berjabatangan satu persatu pada penghuni dan
pendatang rumah itu perbincangan resmi agenda organisasi dimulai,
tepat ada disudut seorang memakai blangkon khas manggarai, diujung
seseorang berbicara dengan lantang ternyata setelah kukenal ditengah
- tengah perbincangan itu dia seorang kakak senior mereka duduk
dipojok sebelah kanan disamping sesekali melihat kearahku tatapannya
datar dari bawa pertanda dia sedang belajar menjadi seorang bijak
namun butuh sebentuk penilaian atau mungkin sedang menawarkan
kesepakatanku dengan apa yang sedang diutarakannya kuanggukan kepala
perlahan – lahan dengan pasti mengiayakan apa yang dikatakannya
dengan wajah air tersirat senyum simpul senang bangga atas anggukan
yang berlalu tadi, keramaian itu sirna tak dapat mengubah perasaanku
yang kembali letih memikirkan nasib baik yang kurang berpihak pada
keadaan kesulitan yang tak dapat kuhindar, setelah diskusi ramai
telah usai semunya satu persatu beranjak dari tempat duduk berjalan
mengikuti dua orang yang terdengar ketawa suara anak nuchalale dari
keduanya memulai cerita dan canda didepan rumah itu, ada seorang
perempuan muda yang sedang menyisir rambut didepan cermin besar
melihatku dari depan cermin yang berhadapan dengannya ada aku
dibelakang, menoleh sebentar melemparkan subuah pertanyaan “sejak
tadi disini kak?” “Iya dinda” jawabku
“mari kak kita duduk diluar” sembari melangkah
kearahku yang barusan lima menit menunduk sejengkal dari belakang
dinding yang telah usang cat temboknya, diluar terdengar jelas
obrolan ase – ka’e mangarai lelak tentang kecerian mereka diSMA
ada perempuan cantik yang mereka pacari dan akhirnya diputus namun
tak membuat mereka galau banyak lagi cerita yang mengundang respon
ketawa lebar orang – orang depan rumah bantaran itu, setelah
kuangkat kepala bersamaan menoleh kesamping lalu keatas menelusuri
letak wajah perempuan yang terlihat lutut itu ternyata sejak tadi
tersenyum datar ramah, ada kopi hangat sedang menguap searah dengan
bundaran ujung atas gelas ditangan kanannya itu aromanya dapat
kukenal khas manggarai kopi tumbuk, mataku tertuju kearah uapan kopi
hangat itu sangat lama “ini kopi kakak mau?”
tawarnya dengan senyum ramah khas perempuan cantik itu “iya
dik sedikit ya kakak minta” jawabku “iya kalau
kakak mau ini untuk kakak segalas” “terima kasih ya
dinda kamu baik deh” ucapanku pada perempuan cantik ini
membuatnya semakin tersenyum manis lebar setelah menerima gelas kopi
darinya “sama – sama kak” balasnya sembari
menatapku penuh iba kayaknya dia sedang mengikuti kesedihan yang
bergejolak dalam batinku, sore itu rasanya bahagia sebentar, setelah
pulang dalam perjalanan kembali lagi merasakan kepahitan –
kepahitan yang melekat dihati teriris pedih dengan kenyataan yang
kuterima, malamnya setelah magrib tercerahkan lagi sebentar, baru
saja kuletakkan tubuh diatas kursi depan meja belajar handphone
berdering adik dari mataram sedang memanggil dia menepati janjinya
menghubungiku fia handphone malam ini pembicaraan kami malam ini
tentang gelombang gelap yang menimpa keluarga dirumah yang sangat
rumit dan mengancam keberlangsungan masa depan cerah adik laki juga
adik perempuan.
Pulau Dewata – Labuan
Bajo. Lebaran Ke-22 Ditengah Gelombang Bercucuran Air Mata 2014
Sumber: Konfrontasi.com |
BERSAMBUNG....
CERPEN yang telah anda baca diatas
diangkat dalam tulisan berdasarkan kisah nyata sebagian dari
perjalanan hidupnya penulis sendiri.
Yang mau update Artikel ilmiah, Cerpen, Sajak, Puisi, Opini, Berita, Video dan Foto Follow twitter Nacha sujono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar