Indonesia itu bukan negara
demokrasi, tapi cuma negara yang banyak pemilunya, mulai pemilihan RT sampai
presiden ada di sini. Tapi untuk ngomong perubahan yang lebih baik kayaknya belum ada.
Selama ini kita didoktrin dan
ditakut – takuti kalau negara tidak ada pemimpinnya akan ada kekacauan, itu pendapat
yang lebay dan berlebihan, rakyat punya tradisi gotong – royong kok. Kekacauannya itu bukan rakyat yang melakukan, tetapi elit yang
rebutan kekuasaan. Ingat negara ini
masih berbau feodal, siapa jago dia yang berkuasa.
Ada lagi yang menyatakan bahwa
pemilu itu dalam istilah ushul fiqihnya "dar'ul mafasid muqoddamun ala
jalbil masholih", kaidah fiqih ini benar tapi konteksnya belum tentu. Coba aja dalam satu daerah tidak ada bupati atau gubernurnya, pasti nggk akan ada
kekacauan, rakyat sudah biasa sendirian kok.
Kalau menggunakan fiqih
sebagai acuan, kita juga harus menggunakan fiqih untuk kriteria pemimpinnya,
kitab ahkam as sulthoniyyah suhrawardi, pasti tidak akan ada calon bupati atau gubernur yang lolos.
Ushul fiqih bukan hanya soal
golput, tetapi pemilihan
pemimpinnya yang paling
penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar