Ratapan penulis jalanan |
Mungkin
yang dikenal selama ini hanya istilah kenyataan anak jalanan, pengamen jalanan
sangat dekat dengan kenyataan yang disaksikan menjadi pemandangan publik ketika
distasiun, ketika pengamen dirasakan mengusik saat mereka mendatangi rumah –
rumah megah, atau rumah sederhana, bahkan rumah kaum miskin dikota – kota padat
sumpek pesakitan, kesengsaraan, papah, kemelaratan, tunggang langgang, pokoknya
semua yang sengsara ada pada manusia dijalan yang tidak punya rumah hanya hidup
dijalan tak tau entah sampai kapan. Tapi saya sedang mengajak anda untuk
berfikir mengenal penulis jalanan. Ada yang berfikir penulis jalanan yang saya
maksud menulis samblil jalan?? Hahaha kaya sales gitu nulis sambil berdiri
terus menjajaki jualannya pada konsumen sambil merayu mendayu – dayu gitu?
Kalau ada yang berfikir searah dengan pertanyaan seperti diatas jawabannya
mungkin anda benar bisa saja sales yang anda maksud hahaha, karena tidak
mungkin saya menulis sambil jalan saya nggak mampu, maksudnya bukan menulis
sambil jalan tapi saya menulis tidak di kota tertentu namun setiap saya
mendatangi tempat, dikota – kota atau didesa pedalaman saya merenungi setelah
melihat situasi sosial selalu mengangkatnya lewat tulisan, ketika saya nginap
ditempat orang seperti saudara, kawan baru, kawan lama, atau mungkin dikantor –
kantor orang yang mengenal saya selalu menuliskan curhat, mengeksplor,
memberitahu, bercerita, mengabari, kejadian, mengemukakan pendapat atau mungkin
saya menghakimi ketidak wajaran yang saya lihat dengan kepala mata saya menimpa
masyarakat dikota - kota, disamping jalan protokol, disekeliling pusat
parawisata kota akibat kebijakan penguasa yang menimpa manusia yang merasa dan
mengluhkan dirinya termarjinalkan, lewat tulisan – tulisan saya. Lalu mungkin
ada yang bertanya, darimana saya dapat uang untuk mencukupi kehidupan dijalan –
jalan, saya memang selalu berpindah – pindah dari kota - ke kota, saya bekerja
beberapa hari diwaktu luang saya menulis dirumah – rumah yang saya singgahi,
meminjam laptop mahasiwa, atau meminjam laptop kantor diperusahaan yang
memberikan saya pekerjaan, laptop temannya teman lama saya, saudaranya kawan
lama saya yang mendukung tulisan saya kemudian menyarankan saya untuk meminjam
laptop sepupunya, atau keponkannya kawan yang telah lama menjalin hubungan
layaknya saudara kakak beradik sekandung mendukung dan searah dengan cara
pandang saya, menulis adalah pekerjaan yang tidak mendapatkan apa – apa kecuali
membuat orang lain membaca tulisan kita menjadi senang, jika orang bekerja maka
akan mendapat bayaran, namun saya menulis menjadi hoby dan kesenangan, setelah
menulis kadang saya menyimpannya difolder catatan pribadi, dan tak banyak juga
saya memuatnya diblog saya ini, setelah menulis yang perlu saya bagikan kepada
publik harus mengeluarkan uang untuk membayar jasa warung internet agar
terhubung ke blog, terpaksa uang yang saya dapatkan dari kerja saya bagi untuk
pembaca saya.
Jika
ditanya bagaimana nasib saya sebagai penulis? Yang jelas happy tapi jujur
banyak kelaparan yang saya rasakan sebagai penulis jalanan, karena tidak
dibayar disaat saya tidak memiliki uang dan tidak bekerja, juga tidak punya
stok makanan untuk dimakan, karena tidak punya alasan untuk dibayar, tapi
kebanyakan hati kecil penulis ingin seperti yang memiliki keahlian diakademik
yang hanya mengisi seminar sesaat mendapatkan bayaran fantastic satu jam isi
seminar, diklat dapat satu juta, tapi penulis jalanan ikhlas berbagi tulisan,
jadi penulis jalanan memiliki sebentuk beban moral sebagai penulis, jadi jika
menulis kemudian tentang kemelaratan mayarakat dan terus dibayar artinya
menjual penderitaan rakyat dengan tulisan – tulisan.
Penulis
jalanan harus jauh dari keluarga, orang seperti saya jika ditanya tidak
memiliki tujuan apapun kepada diri sendiri, kecuali menggambarkan situasi social,
ekonomi, politik menurut cara pembacaan yang dipengaruhi oleh fikiran dan
bacaan penulis seperti saya. Kadang – kadang juga jenuh, tapi rasa ingin
menulis itu, berawal dari kesenangan membantu sesama, dengan menulis maka
membuka tabir yang tertutup karena tidak semua gejolak social dapat dibaca
masyarakat social melalui situasi yang disaksikan, kadang masyarakat luas
membutuhkan uraian dari sebagian orang yang jeli melihat gejolak yang mendasar,
kadang tulis cerpen kirim ke Koran cetak tidak dimuat, tapi beberapa bulan
kemudian isu kita dikemas dalam bentuk redaksi lain tapi makna sama dengan yang
dituliskan si penulis tidak laku. Nasib penulis memang menyengsarakan tapi
senang bisa berbagi.
Yang mau update Artikel ilmiah, Cerpen, Sajak, Puisi, Opini, Berita, Video dan Foto Follow twitter Nacha sujono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar