Tutur Bre Redana terhadap tutur bahasa indonesia orang timur indonesia khususnya masyakakat flores kesannya indonesia banget, jadi bahasa indonesia yang benar itu biasa dibahasakan oleh orang indonesia timur dikampus - kampus ataupun dalam pergaulan tutur berbahasa indonesia sesuai dengan EYD menurutnya.
Saya
punya pandangan dan kesan pribadi terhadap saudara – saudara kita
dari Indonesia timur. Sekali lagi, kesan pribadi, sehingga sifatnya
sangat subyektif. Saya sering terharu dengan percakapan berbahasa
Indonesia mereka. Pribadi – pribadi yang saya kenal dari flores,
misalnya, umumnya berbahasa Indonesia dengan sangat bagus meski
daerah mereka – kita semua tahu – terbilang sangat tertinggal.
Kemakmuran Indonesia selama ini seakan Cuma diborong oleh pondok
indah, kemang, bintaro, BSD, dan kantong – kantong lain di Jakarta
yang tengah dan terus berkembang.
Memperingati
sumpah pemuda lalu, Daniel dhakidae dari majalah prima mengajak saya
menjadi salah satu pembicara dalam seminar bahasa yang mereka
selenggarakan. Daniel, seperti ignas kleden yang juga pembicara, sama
– sama berasal dari flores. Dulu tahun 1970 – an, prisma adalah
majalah yang ditunggu – tunggu kalangan akademik dan siapa saja
yang berminat pada pemikiran. Khusus bagi saya, pada zamannya majalah
ini ikut menumbuhkan minat saya pada ilmu – ilmu social.
Hanya
saja dalam seminar yang mereka rancang tadi. Saya katakan bahwa saya
tidak lagi berminat pada ilmu – ilmu social sebagai refrensi.
Apalagi pada formalitas ilmu – ilmu politik. Toh kalau saya
menggunakan istilah politik, terus terang saya memaksudkan sebagai
politik tubuh persatuan gerak badan bangau putih. Mereka tak
keberatan.
Maka
saya membuka dengan memproyeksikan simbol tao, suatu segitiga sam
sisi yang disebut san
pro. Pada tiga
sudutnya terdapat masing – masing pikiran – tubuh – spirit
(mind – body – spirit). Sudah berulang – ulang tesis mengenai
keseimbangan manusia ini saya gunakan untuk memahami bebagai hal.
Saya pikir biar saja. Toh marxisme juga ratusan tahun dimanfaatkan
orang untuk melihat bermacam persoalan.
Berbagai
seminar maupun diskusi yang diselenggarakan pekan lalu dalam
hubungannya dengan sumpah pemuda pada umumnya berisi kritik serta
keluh kesah terhadap turunnya kemampuan berbahasa Indonesia
masyarakat kita. Tak ketinggalan, pertanyaan terhadap fungsi bahasa
sebagai bahasa politik pemersatu dan bagian dari jati diri bangsa di
tengah globalisasi.
Sebenarnya
problem bahasa di era globalisasi ini sama saja dimana – mana:
manusia makin terpisah dari kewajaran alam. Bahasa dan penggunaannya
mencerminkan keterpecahan dalam diri manusia. Kemungkinan, ini
disebabkan oleh perkembangan teknologi informaasi, termasuk kemajuan
deras teknologi memori buatan, berupa microchip
computer yang mengalami “updating” setiap saat. Fungsi memori
manusia menurun karena tugas memori telah diambil alih oleh memori
buatan tadi.
Mengembalikan
bahasa untuk tidak terseret arus globalisasi yang menyebabkan
keterpecahan dalam diri manusia tidak bisa tidak adalah dengan
mengembalikan bahasa dalam keselarasan manusia. Yakni, keselarasan
pikiran – badan – spirit kalau keselarasan itu tidak ada, maka
orang akan berbasa seperti orang skizofrenia. Contoh karikaturalnya
sudah ada, misalnya yang pernah ramai di youtube, Vicky dengan
“twenty nine my age”
kontroversi hati” konspirasi kemakmuran” dan lain – lain.
Adapun
contoh sehari – harinya adalah bahasa para politis kita dan
koruptor kita. Korupsi adalah politik tubuh yang tidak terkendali.
Bahasa para tersangka korupsi seperti lupa, tidak tahu, tidak kenal,
jelas bukan sekadar berbungan dengan kekacauan berbahasa, tetapi
kekacauan manusia.
Bahasa
adalah sesuatu yang hidup dan berkembang seperti manusia. Kalau kita
meyakini bahasa sebagai sesuatu yang hidup, maka dia harus mampu
mengalir secara spontan (liok
hap) menjadi puncak
dari tao,
yaitu bersatunya pikiran dan spontanitas.
Krida
berbahasa sejatinya tak ubahnya dengan proses pengolahan raga: sadar
bentuk, sadar ruang, sadar waktu, juga proses pengolahan rasa: rasa
estetik, tepa selira alias empati, welas asih, dan cinta kasih. Tak
ketinggalan, pengolahan pikiran: mengolah nalar sehat, selebihnya,
selalu eling, sadar, ingat tuhan.
UR Kompas, 3 November 2013
Yang mau update Artikel ilmiah, Cerpen, Sajak, Puisi, Opini, Berita, Video dan Foto Follow twitter Nacha sujono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar