Ada satu perangkat intelektual dalam khazanah pesantren untuk
menyikapi perkembangan baik ranah politik, sosial, budaya, ekonomi atau
sejarah, yaitu kitab kuning. Mungkin sebagian orang menganggap kitab kuning itu
"Ketinggalan Zaman" karena hanya membahas tentang ibadah.
Tapi ketika dianalisa, kitab kuning merumuskan dasar untuk
menyikapi modernitas, wacana - wacana soal perkembangan ekonomi internasional
kontemporer seperti Trans Pacific
partnership, world trade organization,
international monetary fuond atau soal politik seperti OKI, SCO, revolusi sosial dan juga soal feminisme (Kitab
Uqudulujjain Dan Qurrotul Uyun) bisa dikembangkan lewat perangkat teori
kitab kuning.
Perkembangan pemikiran islam kontemporer terjadi pergesekan
sangat keras antara golongan modernis dan revivalis fundamental, antara yang
menginginkan islam disesuaikan dengan modernitas dengan yang menginginkan islam
seperti zaman abad pertengahan, kedua golongan ini buntu dalam menyikapi
realitas.
Disini kitab kuning bisa menjadi jembatan, kitab kuning
adalah proses pergulatan intelektual yang melibatkan teks al – quran, hadis, fatwa - fatwa ulama, rasio dan realitas sosial
sehingga banyak sekali melahirkan madzhab, firqoh, sudut pandang, kitab kuning
mengajarkan untuk tidak terjebak dalam modernisme yang mengekor ke barat atau
terjebak dalam fundamentalisme radikal.
Meminjam teori epistemologi abid Al jabiri, pesantren dan kitab kuning mempunyai tiga bentuk
epistemologi yaitu Bayani, burhani dan irfani. Kitab – kitab fiqih seperti fathul
wahab, iqna, ianatut tholibin, muhadzab adalah tradisi bayani dimana
teks al – quran dan hadis ditafsirkan untuk menentukan istinbath hukum, seluruh
tradisi fiqih adalah tradisi bayani. Tradisi irfan adalah ilmu laduni, pancaran
langsung dari Tuhan.
Kitab yang ditulis dari tradisi irfan adalah al
hikam, dasuqi, sirrul jalil, sirrul asror, futuhul ghaib, dalailul khoirot.
Sedangkan kitab ihya ulumuddin adalah perpaduan
bayani dan burhani (dialektika rasio).
Kitab munqidl min adl dlolal al ghazali adalah murni tradisi
Burhani
Tradisi kitab kuning pesantren memang masih terbatas soal fiqih, tasawuf, teologi, sejarah, tafsir, hadis, tidak menutup kemungkinan akan ada pesantren yang mengkaji muqoddimah ibnu khaldun seperti yang dipelajari madzhab anales prancis sehingga pesantren bisa melahirkan sosiolog, ekonom, anthropolog dan budayawan.
Tradisi kitab kuning pesantren memang masih terbatas soal fiqih, tasawuf, teologi, sejarah, tafsir, hadis, tidak menutup kemungkinan akan ada pesantren yang mengkaji muqoddimah ibnu khaldun seperti yang dipelajari madzhab anales prancis sehingga pesantren bisa melahirkan sosiolog, ekonom, anthropolog dan budayawan.
Bung HAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar