السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Kita tak bisa memastikan kapan akan Mati - Yang pasti bahwa semua akan Mati "Orang paling pandai orang yang paling ingat akan masalah kematian (Sabda Rasulullah saw.)"

Anggota Dewan, UU MD3 Dan Silogisme Filsafat

Mari kita mempermasalahkan lagi soal Revisi UU MD3 yang tanggal 12 februari kemarin disahkan tapi sampai sekarang presiden enggan menandatangani, dan menurutku jangan sampai ditandatangani agar kekuatan hukumnya lemah. kali ini saya menggunakan silogisme filsafat untuk menguji kadar logis atau tidaknya pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 tersebut.
Pertama kali yang mengenalkan silogisme adalah Aristoteles dalam bentuk silogisme kategoris. nah, ditulisan ini saya menggunakan silogisme kategoris dan silogisme modus ponens. silogisme kategoris bertitik tolak dari keterkaitan 4 macam kalimat atau proposisi yaitu:

-          Universal dan afirmatif, contoh: semua manusia akan mati
-          Universal dan negatif, contoh: tidak ada manusia yang tidak mati
-          Partikular dan afirmatif, contoh: beberapa manusia adalah orang indonesia
-          Partikular dan negatif, contoh: beberapa manusia bukan orang indonesia

Nah di sini saya akan menguji satu pasal kontroversial yaitu Pasal 122 huruf K : Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
DPR, DPD, MPR adalah dewan perwakilan, mereka cuma wakil dan yang berkuasa penuh sebenarnya adalah yg diwakili Yaitu Rakyat, jelas yang lebih tinggi kedudukannya adalah Rakyat. Dalam Undang – Undang Dasar 1945, yakni di dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : ‘Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat’.
Di sini dewan perwakilan harus mendengarkan rakyat. kalau tidak mendengarkan rakyat berarti bukan wakilnya rakyat. Mari kita uji di silogisme kategoris

-          Premis mayor: semua wakil kedudukannya lebih rendah dari yang diwakili
-          Premis minor: anggota dewan adalah wakil rakyat
-          Kesimpulan: anggota dewan kedudukannya dibawah rakyat

Lah kalau di pasal di atas ada kata "Merendahkan" ya menurutku kata itu kurang pas. Kalau yang mengkritik adalah rakyat ya lumrah, itu bukan merendahkan, tapi kedudukan Dewan memang dibawah rakyat. Pasal ini ditinjau dari sisi silogisme kurang logis. Mari ke pasal lainnya.
Pasal 245 : Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Di pasal ini ada yang membuat bertanya-tanya. Dalam sistem tatanegara indonesia modern, kedudukan legislatif, yudikatif dan eksekutif itu setara dan tidak ada yang lebih rendah. Lah pasal di atas kok ada kata "persetujuan"? kata ini menunjukkan bahwa kedudukan presiden lebih tinggi dari Dewan dong.
Mari kita uji dengan silogisme hipotetis modus ponens.

-          Premis mayor: jika yudikatif, eksekutif dan legislatif kedudukannya sama, maka tidak bisa satu menguasai lainnya.
-          Premis minor: dan eksekutif legislatif berkedudukan sama
-          Kesimpulan: maka tidak ada yang lebih berkuasa.

Nah dari premis di atas sudah jelas, kata "persetujuan" dalam pasal di atas terkesan kurang logis, seolah-olah presiden lebih berkuasa. Di pasal itu juga menjadikan presiden merasa terjebak, karena ketika terjadi tindak pidana terhadap anggota dewan yang tidak ada sangkut pautnya dengan presiden di sini presiden menjadi diajak ikut campur. Kalau menurut UUD 45 yang saya sebut di atas kalau anggota dewan punya hak minta persetujuan presiden, seharusnya rakyat lebih berhak, karena rakyat kekuasaan tertinggi. Ini terkesan membeda bedakan. Coba kita menggunakan silogisme kategoris lagi

-          Premis mayor: semua rakyat indonesia sama dihadapan hukum
-          Premis minor: anggota dewan adalah bagian dari rakyat
-          Kesimpulan: jadi anggota dewan dan rakyat umum sama di depan hukum.

Loh kenapa mesti ada yang tidak sama di hadapan hukum? dari semua tulisan diatas maka bisa diambil kesimpulan satu kalimat "TIDAK MASUK AKAL" silahkan ajukan ke mahkamah konstitusi.

bung HAM

Tidak ada komentar:

Baca juga topik dibawah ini:
Lihat kamus di Beranda!
DAFTAR EMAIL KAMU UNTUK BERLANGGANAN UPDATE Ujung Pena NS